PERTANYAAN
Hallo Inhauz, Saya bekerja sebagai karyawan tetap diperusahaan swasta sudah hampir 18 tahun, pada bulan Desember tahun kemarin, saya dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap bawahan saya di perusahaan tempat saya bekerja. tidak ada bukti atas tuduhan pelecehan seksual tersebut, pun tidak ada niat di diri saya untuk melakukan hal keji yang dituduhkan tersebut. Justru pada waktu kejadian yang dianggap saya sedang melakukan pelecehan seksual di dalam mobil pribadi saya terhadap bawahan saya dimaksud, ketika itu saya di amuk massa, mobil saya hancur, dan barang-barang pribadi saya hilang, seperti handphone, laptop dll. Dan pasca diamuk massa saya digelandang ke kantor polisi. Singkatnya, laporan polisi terhadap saya dicabut oleh pelapor karna kami memilih berdamai. perlu dicatat, saya terpaksa mengkui diri saya bersalah di dalam surat perdamaian dimaksud, tapi bisa saya pastikan tidak ada niat dan bukti satupun yang menunjukkan kalau saya melakukan hal yang dituduhkan tersebut. Namun, pihak perusahaan tetap mempersoalkan peristiwa tersebut sekalipun saya tidak terbukti melakukannya. saya dipaksa mengundurkan diri atau di-PHK mendesak oleh perusahaan dan nantinya akan diberi kompensasi sebesar 1 bulan gaji, tetapi hingga saat ini saya belum menerima surat pemberhentian dari perusahaan, pun saya juga belum mengajukan surat resign kepada pimpinan perusahaan. Pertanyaan saya adalah :
- Apakah tuduhan pelecehan seksual tanpa bukti bisa diproses secara hukum ? dan jika tidak terbukti apakah perusahaan bisa menjadikan alasan untuk mem-PHK saya ?
- Adakah hukum yang mengatur karyawan dipaksa resign ?
- Berhak-kah saya dapat pesangon ? mengingat saya bekerja lebih dari 18 tahu
INTISARI JAWABAN
- Dalam suatu tindak pidana pelecehan seksual harus tetap dilaporkan dengan adanya alat bukti. Akan tetapi, khusus tindak pidana pelecehan seksual, keterangan korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai dengan alat bukti sah lainnya. Misalnya dengan alat bukti surat dari surat keterangan psikolog klinis. Dan Dalam praktiknya, kasus pelecehan seksual sering kali sulit dibuktikan dalam sistem peradilan pidana karena tak jarang dilakukan secara tertutup dan hanya diketahui oleh korban dan pelaku.
Pada dasarnya pelecehan seksual merupakan salah satu hal yang bisa diatur sebagai pelanggaran yang bersifat mendesak dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”) sehingga pengusaha dapat langsung melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) terhadap karyawan.
Maka, jika dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau PKB diatur mengenai hal tersebut, perusahaan bisa saja memutus hubungan kerja terhadap Anda secara langsung. Apabila hal ini terjadi, maka Anda tidak berhak atas uang pesangon, melainkan hanya berhak atas uang penggantian hak dan uang pisah yang besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau PKB.
Sedangkan tindakan dipaksa mengundurkan diri dari perusahaan adalah persoalan yang lain. Karena pada dasarnya, Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan pekerja mengundurkan diri hanya bisa dilakukan atas kemauan pekerja yang bersangkutan.
- JIka Anda di-PHK, pada dasarnya pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima. Sedangkan jika resign Anda mendapatkan uang pisah dan UPH yang seharusnya diterima.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di inhauzlegal.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik atau pendampingan hukum terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung ke bagian Inhauz Lawyer.
Dugaan Pelecehan Seksual
Dalam pembuktian tindak pidana kekerasan seksual, keterangan saksi dan/atau korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai dengan satu alat bukti sah lainnya dan hakim memperoleh keyakinan bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Namun, jika keterangan saksi hanya dapat diperoleh dari korban, keterangan saksi yang tidak dilakukan di bawah sumpah/janji, atau keterangan saksi yang diperoleh dari orang lain, kekuatan pembuktiannya dapat didukung dengan keterangan yang diperoleh dari:
- orang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan perkara tindak pidana kekerasan seksual, meskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri, dan tidak ia alami sendiri, sepanjang keterangan orang itu berhubungan dengan tindak pidana tersebut;
- saksi yang keterangannya berdiri sendiri tetapi ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu dan keterangannya dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah baik dalam kualifikasi sebagai keterangan saksi maupun petunjuk; dan/atau
- ahli yang membuat alat bukti surat dan/atau ahli yang mendukung pembuktian tindak pidana.
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, dalam suatu tindak pidana kekerasan seksual harus tetap dilaporkan dengan adanya alat bukti. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Perbedaan Alat Bukti dan Barang Bukti dalam Hukum Pidana adalah karena dalam pembuktian dalam perkara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran material, yaitu kebenaran sejati atau sesungguhnya.
Akan tetapi, khusus tindak pidana kekerasan seksual, keterangan korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai dengan satu alat bukti sah lainnya. Misalnya dengan alat bukti surat dari surat keterangan psikolog klinis. Apabila alat bukti hanya dari keterangan korban saja, maka dapat didukung misalnya dengan keterangan orang lain yang berhubungan dengan pelecehan seksual meski ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri, atau ahli yang membuat bukti surat.
Artinya, meskipun tidak ada bukti seperti saksi lain yang menyaksikan kejadian pelecehan seksual, namun keterangan korban merupakan salah satu alat bukti dalam tindak pidana kekerasan seksual. Keterangan korban tersebut dapat didukung dengan pemeriksaan psikologis atau saksi lain yang berhubungan dengan pelecehan seksual.
Selanjutnya, berdasarkan keterangan Anda, Anda sudah pernah diproses/dilaporkan oleh korban kepada Kepolisian mengenai permasalahan pelecehan seksual tapi berakhir dengan perdamaian. Namun perlu Anda ketahui, pada dasarnya pelecehan seksual merupakan salah satu hal yang bisa diatur sebagai pelanggaran yang bersifat mendesak dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”) sehingga pengusaha dapat langsung melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) terhadap karyawan.
Maka, jika dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau PKB diatur mengenai hal tersebut, perusahaan bisa saja memutus hubungan kerja terhadap Anda secara langsung. Apabila hal ini terjadi, maka Anda tidak berhak atas uang pesangon, melainkan hanya berhak atas uang penggantian hak dan uang pisah yang besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau PKB.
Dipaksa Resign Oleh Perusahaan
Sekalipun Anda telah melakukan pelecehan seksual, kami tegaskan bahwa hal tersebut bukan berarti membenarkan tindakan dipaksa resign, apalagi tidak terbukti melakukan pelecehan seksual tersebut. karena pada dasarnya PHK dengan alasan pekerja mengundurkan diri hanya bisa dilakukan jika hal tersebut dilakukan atas kemauan pekerja yang bersangkutan.
Sementara itu, dalam kasus ini Anda menyatakan telah dipaksa mengundurkan diri dari perusahaan. Secara hukum, kami dapat sampaikan bahwa dengan adanya surat pengunduran diri nantinya, maka surat tersebut dianggap sah, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya.
Hak-hak Karyawan yang Di-PHK
Pemutusan hubungan kerja (“PHK”) merupakan hal yang seharusnya dihindari sebisa mungkin oleh pengusaha. Namun apabila sudah tak terelakkan, kalau di-PHK dapat uang apa? Jika terjadi PHK, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (“UPMK”) dan uang penggantian hak (“UPH”) yang seharusnya diterima.
Jadi jika ada pertanyaan apakah karyawan yang di-PHK dapat pesangon? Jawabannya adalah iya.
Hak-hak Karyawan Resign
Setelah mengetahui apa saja hak-hak karyawan yang di-PHK, berikut kami uraikan hak karyawan resign menurut UU Cipta Kerja.
Namun sebelumnya, patut dicatat bahwa pekerja yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri harus memenuhi syarat:
- mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
- tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
- tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pekerja yang mengalami PHK akibat mengundurkan diri atas kemauan sendiri atau dengan kata lain hak karyawan resign adalah mendapatkan uang pisah dan UPH yang seharusnya diterima.
Sehingga, hal ini menjawab sekaligus pertanyaan Anda tentang apakah karyawan mengundurkan diri dapat uang pisah? Jawabannya adalah iya, karyawan resign mendapatkan uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB dan UPH yang seharusnya diterima.
Patut diperhatikan, pengusaha yang mengikutsertakan pekerja dalam program pensiun sesuai ketentuan di bidang dana pensiun, iuran yang dibayar oleh pengusaha dapat diperhitungkan sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban pengusaha atas uang pesangon dan UPH serta uang pisah.
Jika perhitungan manfaat dari program pensiun tersebut lebih kecil daripada uang pesangon, UPMK, serta uang pisah, maka selisihnya dibayar oleh pengusaha.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat !