Usai Cerai, Mantan Suami Tidak Nafkahi Anak Kandungnya

Dibaca 45

Kali

Pertanyaan

 

Saya telah bercerai dengan mantan suami saya 1 satu tahun yang lalu. Majelis hakim telah memutuskan bahwa mantan suami saya diwajibkan untuk menafkahi 1 orang anak saya sejumlah Rp2.000.000,- setiap bulannya. Tetapi mantan suami saya tersebut tidak memberikan nafkah anak setelah perceraian sebesar putusan pengadilan yang ditentukan, sedangkan gaji saya sebagai karyawan toko hanya cukup untuk beli pempers anak saya, saya gak mampu membeli susunya. Apa langkah hukum yang harus saya lakukan agar mantan suami saya patuh terhadap putusan pengadilan tersebut ?

 

Intisari Jawaban

 

Apabila pengadilan telah mewajibkan mantan suami untuk menafkahi anak-anaknya namun ia menolaknya atau tetap menafkahi tetapi tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh hakim pada putusan pengadilan, sehingga nafkah yang diberikan tidak menutupi kebutuhan anak, maka hal itu dapat dikatakan sebagai bentuk ketidakpatuhan atas putusan pengadilan. Dengan demikian,  upaya hukum yang dapat Anda lakukan ialah Anda dapat mengajukan permohonan penetapan sita terhadap harta suami tersebut ke pengadilan.

 

Ulasan Lengkap

 

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Seluruh informasi hukum yang ada di inhauzlegal.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik atau pendampingan hukum terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung ke bagian Inhauz Lawyer.

 

Berdasarkan UU 35/2014, dalam hal terjadi perceraian, seorang anak tetap memiliki hak salah satunya memperoleh pembiayaan hidup dari kedua orang tuanya. Kemudian, berdasarkan UU Perkawinan, pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

Kewajiban mantan suami (atau orang tua) memberikan nafkah pasca perceraian merupakan salah satu akibat perceraian yang pengaturannya dapat kita lihat dalam Pasal 41 UU Perkawinan yakni:

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

  1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, sematamata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
  2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
  3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

Berdasarkan peraturan tersebut, apabila setelah ada perceraian hakim memutuskan bahwa mantan suami wajib memberikan nafkah atau biaya penghidupan, maka hal tersebut wajib dilaksanakan oleh mantan suami.

Apabila pengadilan telah mewajibkan mantan suami untuk menafkahi anak-anaknya namun ia menolaknya atau tetap menafkahi tetapi tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh hakim pada putusan pengadilan, sehingga nafkah yang diberikan tidak menutupi kebutuhan anak, maka hal itu dapat dikatakan sebagai bentuk ketidakpatuhan atas putusan pengadilan. Dengan demikian,  upaya hukum yang dapat Anda lakukan ialah Anda dapat mengajukan permohonan penetapan sita terhadap harta suami tersebut ke pengadilan.

Dasar hukumnya diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No 5. Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2021 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, yang menyatakan:

“Untuk memenuhi asas kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of child) dan pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum, terhadap pembebanan nafkah anak, isteri dapat mengajukan permohonan penetapan sita terhadap harta milik suami sebagai sebagai jaminan pemenuhan nafkah anak dan objek jaminan dan objek jaminan tersebut diuraikan secara rinci dalam posita dan petitum gugatan, baik dalam konvensi, rekonvensi, ataupun gugatan tersendiri”

 

Berdasarkan uraian di atas maka bisa disimpulkan upaya hukum yang Anda bisa lakukan adalah mengajukan permohonan penetapan sita terhadap harta suami tersebut ke  Ketua Pengadilan Negeri/Ketua Pengadilan Agama tergantung hukum apa yang Anda gunakan saat bercerai.

 

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat !

 

About The Author

Punya Masalah Hukum?

Langsung hubungi kami untuk solusi cepat dan efektif.

Kami Siap Bantu!

Penyelesaian hukum cepat dan efisien. Hubungi tim ahli kami untuk bantuan langsung pada masalah hukum Anda.

Scroll to Top
Buka WhatsApp
1
Butuh Bantuan?
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut seputar perusahaan, layanan, dan produk yang INHAUZ LEGAL tawarkan, silahkan untuk menghubungi kami!